Pada masa Kerajaan pajak telah ada
yang berupa upeti rakyat atau rakyat jajahan kepada raja dengan tujuan wujud rasa
hormat (upetinya merupakan bagian kekayaan).
Di masa penjajahan
Belanda, yakni pada tahun 1825-1830 dibuat aturan Landrent (pajak sewa tanah)
yang sebelumnya pajak tanah atau yang berhubungan dengan tanah (tanam paksa)
pecah perang Diponegoro. Selanjutnya pata tahun 1907 diubah yang disebut dengan
rincikan atau pemetaan desa. Selain itu, pada masa penjajahan Belanda ada
beberapa produk hukum lainnya yaitu Inkomsten Blasting/Pajak Pendapatan (1908),
Ordonansi Pajak Perseroan/PPs (1925), Ordonansi Pajak Kekayaan/PKk (1932). Kemudiah
pada tahun 1939, rincikan diubah dengan nama Ordonantie Landrente. Dan di masa
pendudukan Jepang (1941-1944), produk hukum yang dikeluarkan oleh Jepang adalah
Pajak Tanah dan Ordonantie Pajak Pendapatan (1944) untuk Orang Pribadi.
Di awal kemerdekaan
(1945), diberlakukan pajak bumi di Indonesia. Kemudian pada tahun 1952-1959
Pajak Hasil Bumi yang dikenakan hasil yang dikeluarkan dari tanah dan dalam
tahun 1959 dikeluarkan perubahan Ordonantie Pajak Pendapatan 1944 dengan
lembaran negara 1959 No. 109 yang mengatur tentang pajak pendapatan terhadap
wajib pajak badan (Pasal 2a).
Pada tahun 1950 UU No. 12
tahun 1950 Pajak Peredaran Barang dan tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan
(PPn). Kemudian pada tahun 1959-1961 Pajak hasil bumi dan nilai tanah (UU No.
11 Prp 1959 disahkan menjadi UU No. 1 tahun 1961) mengatur tanah adat saja
(yaitu tanah yang dimiliki orang Indonesia asli).
Pada tahun 1960 disahkan
UU No. 5 tahun 1960 materi hukum atas tanah berlaku atas semua tanah di
Indonesia.
Kemudian Ordonantie Pajak
Kekayaan diubah dengan UU No. 24 tahun 1964 yang mengacu subyek pajak daripada
kekayaan adalah pada prinsipnya orang pribadi bukan badan. Tetapi menurut Pasal
3 Ordonantie PKk dimungkinkan Perseroan dan Perkongsian dikenakan PKk untuk
menggantikan kedudukan Perseronya yang tidak dikenal (1964).
Pada tahun 1965, SK
Menteri Iuran Negara No. PM PPV 1-1-3 tanggal 29 November 1965 diubah menjadi
IPEDA (latar belakangnya pemberian Otonomi Daerah).
Kemudian pada tahun 1968
disahkan UU No. 8 tahun 1968 sebagai perubahan ordonantie pajak perseroan tahun
1925. Selanjutnya pada tahun 1970 disahkan UU No. 10 tahun 1970 tentang Pajak
atas bunga, deviden dan royalty.
TAX REFORM:
1.
Tax Reform I (tahun 1983)
Pada tahun 1980 harga
minyak bumi anjlok, sedangkan struktur keuangan Indonesia mengandalkan sektor
minyak. Kemudian
disahkanlah UU No. 6 tahun 1983 tentang KUTAP, UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh, UU No. 8 tahun
1983 tentang PPN dan PPn BM, UU No. 12 tahun 1985 tentang PBB dan UU No. 13
tahun 1985 tentang Bea Materai. Tax Reform I ini tujuannya adalah kemandirian
keuangan Negara dan menyederhanakan jenis pajak dan peran serta masyarakat.
2. Tax
Reform II (tahun 1994)
Selanjutnya
terjadi Tax Reform II pada tahun 1994. Hal-hal yang melatarbelakanginya adalah
manfaat yang diperoleh dari pembaharuan I tahun 1983 yaitu masuknya uang ke
negara meningkat, self assesement system yang kurang berhasil, serta lemahnya
law enforcement. Adapun tujuan Tax Reform II ini adalah karena pajak merupakan
alat utama memperoleh pendapatan negara (fungsi budgeter) dan untuk mendorong
kegiatan ekonomi (fungsi mengatur). Produk hukum pada Tax Reform II yakni UU
No. 9 tahun 1994 tentang perubahan UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUTAP, UU No. 10
tahun 1994 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh yang sebelumnya
telah diubah dengan UU No. 7 tahun 1991, UU No. 11 tahun 1994 tentang perubahan
UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPn BM, dan UU No. 12 tahun 1994 tentang
perubahan UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB.
3. Tax
Reform III (tahun 1997)
Yang
melatarbelakangi Tax Reform III ini adalah 1)Kebutuhan peradilan pajak yang
komprehensif atas sengketa pajak dengan proses yang sederhana, cepat dan biaya murah. 2)Kepastian
hukum dan penyederhanaan UU Pajak Daerah. 3)Kebutuhan UU penagihan pajak
4)Kebutuhan UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 5)Pungutan Pajak atas
BPHTB. Adapun prosuk hukum yang dihasilkan dari Tax Reform III ini yaitu UU No.
17 tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP), UU No. 18 tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 19 tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU No. 20 tahun 1997 tentang PNBP dan UU
No. 21tahun 1997 tentang BPHTB.
4. Tax
Reform IV (tahun 2000)
Tujuan Tax
Reform IV ini adalah untuk mengacu kemandirian dalam pembiayaan Negara, meningkatkan
keadilan pengenaan pajak dan memberikan kemudahan kepada WP, Meningkatkan
investasi melalui PMA dan PMDN. Penyederhanaan atas hak-hak WP, Pemerataan
kesejahteraan melalui APBD dan dana perimbangan keuangan yang berasal dari APBN.
Adapun produk hukum Tax Reform IV ini adalah UU No. 16 tahun 2000 tentang
Perubahan Kedua UU No. 6 tahun 1983 tentang KUTAP, UU No. 17 tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh, UU No. 18 tahun 2000 tentang
Perubahan Kedua UU No. 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPn BM, UU No. 19 tahun
2000 tentang Perubahan UU No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa, UU No. 20 tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 21 tahun 1997
tentang BPHTB, dan UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan UU No. 18 tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
5. Tax
Reform V (tahun 2007)
Tujuan
Tax Reform V adalah untuk meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dalam
mendukung penerimaan Negara, untuk meningkatkan pelayanan kepastian hukum dan
keadilan, daya saing penanaman modal, mendukung pengembangan UKM, untuk penyesuaian
perkembangan sosial ekonomi masyarakat, teknologi informasi, keseimbangan hak
dan kewajiban, penerapan self assesement system secara akuntabel/ konsisten
serta untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, keterbukaan
administrasi perpajakan dan kepatuhan sukarela WP. Produk hukum yang dihasilkan
adalah UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga UU No. 6 tahun 1983
tentang KUTAP, UU No. 36 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat UU No. 7 tahun
1983 tentang PPH, UU No. 42 tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga UU No. 8 tahun
1983 tentang PPN dan PPn BM.